- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Rekomendasi Sobat Dolan!
Diposting oleh
Sobat Dolan
pada tanggal
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Lodji Papak
(Nuruddin, 2020)
Hari Minggu (15/08) saya berencana untuk pergi ke Lodji Papak, salah satu tempat bersejarah di daerah paling jauh dari kota Boyolali. Lokasi tempat itu terletak di Kecamatan Juwangi yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Purwodadi dan Semarang. Lodjie Papak adalah bangunan peninggalan Belanda yang masih terawat.
Waktu itu, saya berangkat berdua bersama dengan seorang teman yang bernama
Heri. Dia juga memiliki ketertarikan dengan bangunan peninggalan Belanda itu
sejak lama karena memang bangunan tersebut memiliki nilai sejarah dan kalau
dari informasinya sih sedikit angker.
Kami berangkat pukul 16.15 WIB dengan
mengendarai motor Revo milik Heri. Hari itu langit langit cerah, jadi kami
tidak membawa mantol dan berangkat dengan santai. Kami menggunakan google map
sebagai penunjuk jalan, karena kami berdua belum pernah pergi kesana sama
sekali. Rute yang kami ambil adalah dengan lewat Taman Air Tlatar – Kecamatan
Simo – Kecamatan Klego – Kecamatan Juwangi – Lokasi Lodji Papak.
Kami memperkirakan kemungkinan tiba sekitar ba’da maghrib karena perjalanan
ke lokasi tersebut menurut map memakan waktu sekitar 1,5 jam. Dan kami sudah
tahu kalau jalanan menuju kesana ada beberapa jalan yang rusak maka dari itu
kami mengambil kecepatan yang normal.
Begitu melewati Simo, kami beruntung matahari masih terlihat dan kami
disuguhkan oleh keindahan alam yang sangat indah. Ada hamparan sawah disamping
kiri-kanan dan bukit di depan yang memberikan keindahan alam. Terlebih lagi
ketika kami menaiki bukit menggunakan motor, terlihat hamparan langit dan sawah
yang disinari oleh cahaya senja menambah keindahan alam waktu itu. Subhanallah, indah sekali ciptaanmu Ya Allah, dalam batinku.
Ketika kami sudah memasuki kawasan Kecamatan Juwangi, kami disambut dengan
awan gelap. Kami kira itu karena malam, namun ternyata awan mendung. Seketika
itu, kami yang tidak membawa mantol pun kehujanan di tengah hutan. Dengan
sigap, saya pun memasukkan kamera dan handphone ke dalam tas yang sudah
dipasangi rain cover. Kami sempat bingung
hendak berteduh di mana. Kami pun menerobos hujan hingga bertemu dengan
pemukiman.
Di sana kami berhenti sejenak di warung mie ayam untuk menghangatkan badan
dan membeli makanan. Kami berteduh sekitar 20 menit hingga adzan maghrib karena
menunggu hujan agak reda. Menurut google map, jarak menuju lokasi tinggal 15
menitan sehingga kami memutuskan untuk tidak terburu-buru.
Akhirnya kami pun berangkat kembali menuju lokasi sekitar pukul 17.40 WIB.
Akhirnya kami sampai di lokasi sekitar pukul 18.00 WIB, kami pun mencari masjid
terlebih dahulu untuk menunaikan sholat maghrib. Setelah itu, kami berangkat ke
Lodjie Papak.
Pada awalnya kami bingung harus meminta izin dengan siapa, karena ketika
kami masuk ke wilayah Lodji Papak terdapat tulisan kalau kami sudah masuk ke
kawasan Perhutani Boyolali. Kami pun memutuskan untuk bertanya dengan pemilik
warung yang berada tepat di depan Lodjii Papak. Dari ibu itu, kami mendapatkan
informasi kalau hendak masuk bisa langsung ijin kepada penjaganya. Dia tinggal
di belakang lodjie, biasanya dia di sana setiap saat. Tetapi terkadang dia juga
tidak ada karena pulang kampung ke keluarganya yang berada di Solo.
Akhirnya kami pun mencoba mengecek dahulu, apakah penjaga tersebut ada di belakang Lodjie atau tidak. Beruntungnya, waktu itu dia sedang berjaga ditemani oleh kedua temannya. Kami pun disambut hangat ketika di sana, karena memang keperluan waktu itu adalah untuk survei lokasi Lodjie
Papak.
Nuruddin (jaket hitam) dan Heri (kuning) berfoto dengan Pak Wawan.
(Nuruddin, 2020)
Kami pun diberi kesempatan untuk masuk ke dalam Lodji. Pada awalnya, Bapak
Wawan, sang penjaga Lodji Papak takut untuk masuk. Pak Wawan berkata tempat
itu menyimpan hal mistis. Terutama di bagian lantai atas bangunan tersebut,
namun karena temannya juga turut ikut untuk menemani dia mau untuk mengajak
berkeliling.
Lodji Papak memiliki beberapa ruang kosong. Pada bagian bawah terdapat 2
ruang yang difungsikan sebagai kamar, 1 dapur, 1 ruang tamu dan 1 ruang makan.
Bangunannya juga masih mempertahankan bangunan aslinya. Bagian bawah ditinggali
oleh salah seorang petinggi di Perhutani wilayah Juwangi sedangkan bagian atas
dibiarkan kosong. Bagian atas terdapat 4 ruangan dan sebuah balkon. Dari
keempat ruangan itu, hanya satu yang dipakai dan difungsikan sebagai gudang. Di
sana juga menyimpan beberapa pakaian Belanda yang masih terawat.
Pakaian Belanda
(Nuruddin, 2020)
Si penjaga juga berkata kalau Lodji tersebut pernah dibuat shooting film
horror nasional berjudul “Kuburan dalam Rumah” beberapa tahun yang lalu.
Penggunaan Lodji Papak sebagai tempat shooting masih diperbolehkan asalkan izin
dan ada dana untuk penyewaan bangunan. Kalau menurutku sendiri, memang Lodjie
tersebut cocok sekali sebagai tempat film horor. Selain tempatnya yang memiliki
nilai historis dan terpencil, daerah itu juga berdekatan dengan stasiun tua
serta depan Lodjie sendiri berupa perkebunan dan rel kereta api yang jarang
digunakan. Sehingga di sana terdapat beberapa alternatif lokasi untuk menambah
kesan horor.
Selain itu, Lodjie itu kerap juga dijadikan tempat untuk foto-foto warga sekitar. Penjaga juga memperbolehkan untuk mengambil foto namun untuk masuk ke dalam tidak diperbolehkan kecuali ada surat izin atau keperluan penting. Saya dan Heri sendiri tidak menyangka bisa masuk ke dalam salah satu tempat bersejarah itu. Itu merupakan pengalaman yang sangat berharga.
Author : Nuruddin K
Twitter :
@manusia_skeptis
Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerus berkarya, sampai tua. Hahaha
BalasHapusTerima kasih, Kak🤗
Hapus